Tuesday, January 1, 2019

Kisah Mahasiswa Bergulat dengan Skripsi - Part 1


Ntah kapan postingan ini akan terposting tapi aku mau berbagi cerita aja tentang apa yang aku rasakan sepanjang perjalananku mengerjakan skripsiku. Bisa dibilang tempat cerita sih, kan blog ini bagai diary ku. Teman-teman semuanya yang mungkin lagi ngerjain skripsi juga pasti merasakan hal sama. Coba deh kalian ingat tentang impian kalian dan supporter setia kalian. Seperti ceritaku ini. Mungkin bakal ada part-part nya karena aku senidiri nggak tau kapan skripsi ini kelar.

Aku saat ini sedang dimasa-masa permulaan pembuatan skripsi nih. Baru mulai sebulan yang lalu dan udah mulai bikin proposal sekarang. Ntah kenapa akhir-akhir ini rasa malas melanda, udah sekitar satu minggu proposalku nggak ku pegang. Selain karena tugas kuliah lain yang menumpuk, juga karena ternyata mencari jurnal tidak semudah yang aku bayangkan.

Rasa itu mulai membuat galau ketika aku mematenkan diriku sendiri untuk selalu konsul disetiap minggunya. Bukan atas dasar paksaan dosen atau teman tapi karena diriku sendiri yang mau agar lebih merasa tersemangati waktu. Akhir-akhir ini juga makin banyak godaan antara teman-teman yang mulai down dengan kesulitan yang sama. Berkeluh kesah bersama dan saling menyemangati.

Tapi ntah kenapa di hati rasanya tetap sama. Sampai di sore ini aku chat orang tuaku, bukan untuk meminta uang tapi untuk meminta semangat. Dengan sigapnya mama papaku membalasnya dengan candaan dan gertakan kecil tentang impianku, tentang mimpiku. Ya mimpi.

Sebuah mimpi kecil yang ingin sekali aku wujudkan yaitu menjadi guru. Sebuah mimpi yang ternyata tak semudah yang ku bayangkan cara mendapatkannya.

Dulu ketika aku kecil aku ingin menjadi dokter, hanya dokter. Karena itu yang orang tuaku mau dan aku mau. Dengan stetoskopnya dan jarum suntiknya. Apalagi cara berbicaranya yang berwibawa serta jas kerjanya yang selalu bersih. Tapi itu dulu.

Lalu pramugari. Tapi pupus karena satu lagi mimpiku yang ingin ku gapai yaitu menjadi ibu yang bisa mendidik anak dengan pendekatan yang terpelajar.

Jadilah aku guru, hingga titik ini ku dihadapkan dengan skripsi yang kukira semudah mencontek soal ujian. Ketika orang bilang betapa pandainya aku hingga bisa kuliah dan mendapat nilai bagus. Itu sebenarnya bukan karena aku terlahir pandai, tapi karena aku terlahir dengan rasa iba pada diriku sendiri.

Ibuku selalu memberiku contoh jika ku mampu maka ku harus membantu yang lain seperti apa yang beliau lakukan. Itu yang selalu orang tuaku bilang. Motivasi dan motivasi selalu mereka berikan padaku.

Disatu sisi, aku sampai dititik ini pun bukan karena aku pandai. Tapi karena aku ingin membuktukan bahwa aku pun mampu. Pernah dulu ku direndahkan karena kemampuan otakku yang standar. Aku nggak malu, karena waktu itu sampai sekarang aku masih belajar. Belajar memahami diri sendiri. Memahami lingkungan dan memahami orang lain.

Belajar untuk menikmati apa yang aku punya tanpa memperdulikan yang orang lain pikirkan tentang keburukanmu itu lebih baik. Tapi ketika kau berpikir itu mengganggu maka ambillah sebagai koreksi diri, lalu belajar untuk memperbaikinya agar kau bisa buktikan kalau kamu mampu.

Sebenarnya patokan dari kata mampu itu bukanlah sesuatu yang diukur sengan kepuasan orang lain terhadap apa yang kita dapat tapi seberapa mampu kau melampaui kemampuan dirimu. Bukan dengan memforsir diri dengan memaksakan fisik, tapi lampaui apa yang belum pernah kau coba seperti ilmu baru yang belum pernah kau tau.

Bonus setelah Sidang

Bagikan

Jangan lewatkan

Kisah Mahasiswa Bergulat dengan Skripsi - Part 1
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.