Sedang hangat sekali
perbincangan ini dikalangan para penikmat sastra cetak. Semua menjadi kelam
dengan berita pagi ini. Semua penulis merasa pilu karena ketidak adilan ini. Pembaca
pun banyak berkeluh kesah didalam kicauan salah satu penulis Indonesia.
Ingin ku bertanya kenapa hal tidak menyenangkan ini muncul disaat banyak
daun muda yang mulai mengepakkan sayapnya di dunia perbukuan.
Pagi ini aku lihat di
instastory Boy Candra yang mengeluhkan tingginya harga pajak dari mencetak
kayanya. Tidak hanya Boy Candra, tetapi ada juga penulis lain yaitu Tere
Liye, Dee Lestari dan Eka Kurniawan. Di sisi lain dilansir di laman CNN penerbit juga bersuara dengan
tigginya harga pajak ini. Mereka juga mengeluhkan harga sumber bahan baku, bea
cukai, pajak yang tinggi. Baca lebih lengkapnya disini.
Aku pribadi sebagai penikmat sastra merasa miris dengan keadaan ini. Dan lebih menyedihkannya lagi adalah kini Tere Liye tidak akan melanjutkan kembali cetak mencetak karyanya. Tere Liye mengungkapkan mundurnya dia dari dunia percetakan pada hari Selasa, 5 September 2017 di laman resminya (klik disini). Kemunduran Tere Liye ini benar-benar membuat banyak anak muda terluka, banyak yang mempertanyakan kenapa dan bagaimana dia akan tetap berkarya.
Kemunduran salah satu
penulis ternama ini karena salah satunya adalah pajak yang dia terima melebihi
kapasitasnya. Percetakan pun berkata semakin populernya penulis maka semakin
tinggi pula pajak yang harus dibayar, tergantung jumlah pencetakan bukunya. Hal
ini dijelaskan juga oleh Tere Liye di lama resminya (klik disini). Tak tinggal
diam. Dia sudah berusaha menyuarakan keluh kesahnya melalui surat kepada
pemerintah terkait, namun tidak ada tanggapan sama sekali. Hal ini lah yang
membuat dia memutuskan untuk mundur dari dunia percetakan sejak Juli 2017. Dan penjualan
bukunya akan berhenti di bulan Desember 2017.
Faktor lain yang
membuatnya berhenti adalah banyaknya cetakan bajakan yang menyebar luas. Dia hanya
tertawa miris mengetahui kenyataan seperti ini. Bukan keinginannya untuk
berhenti, tapi keadaan yang memaksanya untuk berhenti. Tapi dia tidak akan
berhenti untuk menulis. Menulis dan membaca adalah jendela dari semua jendela. Dia sadar
akan itu. Dia menghargai pembacanya yang selalu menanti karyanya. Dia berusaha
yang terbaik dan aku salut dengan keteguhannya itu.
Bagaimana pemuda
negeri ini bisa lebih berkembang, ketika ada satu pemuda berkarya tapi ada saja halangannya. Aku menyuarakan ini karena merasa bahwa penulis perlu mendapat
perhatian tersendiri. Bukan karena mereka ingin mencari muka dengan karyanya,
tapi mereka ingin membuka lebih luas cara pandang generasi milenial ini. Hanya sastra
lah yang cocok bagi mereka untuk membuka mata genersi yang serba kata romantis.
Aku harap banyak yang
bisa lebih menghargai karya menulis dengan adanya postingan ini. Belilah barang
asli untuk mendukung karya mereka. Dan aku harap masalah pajak ini mendapatkan
jalan tengah antara penulis dengan pemetintah terkait. Aku tidak menyalahkan
satu dan lain pihak. Aku hanya ingin kalian membuka mata kalian, banyak yang
patut dihargai di luar sana yang salah satunya adalah buku. Pahami dengan seksama
dan dimaknai kata-katanya.
Bagikan
Selamatkan Penulis Indonesia
4/
5
Oleh
Nafila Intan Naumi